
Dunia terbengong-bengong ketika di penghujung tahun lalu Hoffenheim menjadi Herbstmeister alias juara musim dingin Liga Jerman musim ini.
Sensasi yang mencengangkan, kata orang-orang, merujuk pada fakta bahwa baru kali ini klub "ndeso" itu main di kasta tertinggi Liga Jerman.
Tapi saat ini Hoffenheim nyaris tak pernah tercetak lagi dalam berita-berita yang istimewa. Performa fantastis di paruh pertama musim, mulai lenyap. Dari sembilan pertandingan di tahun 2009, hanya satu kali mereka menang. Sisanya, Selim Teber dkk seri enam kali dan kalah dua kali.
Terakhir, saat melawat ke HSH Nordbank Arena, Sabtu (4/4/2009) malam WIB, Hoffenheim menyerah 0-1 dari Hamburg. Efek cepatnya, mereka turun peringkat di klasemen sementara ke anak tangga nomor enam, terpaut tujuh angka dari Wolfsburg dan Hamburg yang kini memimpin kompetisi.
Dalam diskusi tentang peluang Hoffenheim di paruh kedua, sebagian kalangan cukup yakin bahwa tim asuhan Ralf Rangnick ini akan bisa mengikuti jejak Kaiserslautern, yang mampu menjuarai Bundesliga dalam statusnya sebagai tim promosi di tahun 1998.
Di sisi lain, yang tidak yakin Hoffenheim akan terus berjaya juga banyak, bahkan mungkin lebih banyak. Rangnick sendiri pernah mengatakan bahwa timnya tidak bermimpi menjadi juara. Secara teknis, misalnya, di paruh kedua tim-tim sudah lebih mengenal karakter permainan timnya.
Faktor lain adalah popularitas. Sejak menjadi terkenal, para pemain Hoffenheim sempat membuat sang pelatih cemas. Menjadi selebritas dan melakoni hidup dengan gaya yang makin pop biasanya merupakan efek biasa dalam dunia pesepakbola di era industri ini. Jika kebablasan, bisa celaka.
Entah apakah merosotnya Hoffenheim saat ini didominasi faktor pertama atau kedua, atau bahkan gabungan keduanya plus yang lain-lain. Tapi satu yang mencolok adalah, Vedad Ibisevic ternyata sebuah kehilangan besar.
Sejak striker Bosnia ini cedera saat latihan jeda musim dingin, dan ia divonis bisa absen sampai akhir musim, Hoffenheim langsung timpang di depan. Demba Ba memang masih cukup bertaji -- mencetak empat gol sejak dari sembilan laga, dan menambah pundi-pundi golnya menjadi 11 --, tapi tidak penyerang lain. Chinedu Obasi Ogbuke bahkan belum menghasilkan gol lagi, sedangkan striker pinjaman dari Werder Bremen, Boubacar Sanogo, baru mendulang satu gol.
Ibisevic, seperti sudah menyihir dunia, mencuat amat tinggi ketika ia mampu mencetak 18 gol dari 17 pertandingan di paruh pertama musim ini. Apa boleh buat, karena cuma bisa menonton saja, ia pun sudah digusur Grafite (Wolfsburg), di daftar top skorer sementara.
Gelandang Sejad Salihovic terang-terangan menyebut Ibisevic sebagai sebuah faktor besar. Punya banyak peluang mencetak gol saat melawan Hamburg, kenyataannya mereka tak bisa memetik apa yang semestinya bisa dibawa pulang.
"Kalian akan menyadari betapa ketiadaan Vedad saat ini begitu kentara. Dia bisa menghasilkan peluang-peluang itu," tutur Salihovic.
Faktor lain yang mungkin ada pengaruhnya bersifat "mistis". Namun kenyataannya, Hoffenheim tidak bersinar sejak mereka meninggalkan Dietmar-Hopp Stadion dan pindah ke stadion baru bernama Rhein-Neckar Arena, sejak pergantian tahun.
Walaupun sepertinya dongeng Hoffenheim akan menjadi juara sudah mulai pudar, tapi harapan tetap ada. Paling tidak, dengan sisa delapan pertandingan, mereka masih bisa memperbaiki performa untuk bisa masuk zona Liga Champions lagi, atau paling lumayan bisa tampil di Piala UEFA musim depan.
sumber :beritabola
Dalam diskusi tentang peluang Hoffenheim di paruh kedua, sebagian kalangan cukup yakin bahwa tim asuhan Ralf Rangnick ini akan bisa mengikuti jejak Kaiserslautern, yang mampu menjuarai Bundesliga dalam statusnya sebagai tim promosi di tahun 1998.
Di sisi lain, yang tidak yakin Hoffenheim akan terus berjaya juga banyak, bahkan mungkin lebih banyak. Rangnick sendiri pernah mengatakan bahwa timnya tidak bermimpi menjadi juara. Secara teknis, misalnya, di paruh kedua tim-tim sudah lebih mengenal karakter permainan timnya.
Faktor lain adalah popularitas. Sejak menjadi terkenal, para pemain Hoffenheim sempat membuat sang pelatih cemas. Menjadi selebritas dan melakoni hidup dengan gaya yang makin pop biasanya merupakan efek biasa dalam dunia pesepakbola di era industri ini. Jika kebablasan, bisa celaka.
Entah apakah merosotnya Hoffenheim saat ini didominasi faktor pertama atau kedua, atau bahkan gabungan keduanya plus yang lain-lain. Tapi satu yang mencolok adalah, Vedad Ibisevic ternyata sebuah kehilangan besar.
Sejak striker Bosnia ini cedera saat latihan jeda musim dingin, dan ia divonis bisa absen sampai akhir musim, Hoffenheim langsung timpang di depan. Demba Ba memang masih cukup bertaji -- mencetak empat gol sejak dari sembilan laga, dan menambah pundi-pundi golnya menjadi 11 --, tapi tidak penyerang lain. Chinedu Obasi Ogbuke bahkan belum menghasilkan gol lagi, sedangkan striker pinjaman dari Werder Bremen, Boubacar Sanogo, baru mendulang satu gol.
Ibisevic, seperti sudah menyihir dunia, mencuat amat tinggi ketika ia mampu mencetak 18 gol dari 17 pertandingan di paruh pertama musim ini. Apa boleh buat, karena cuma bisa menonton saja, ia pun sudah digusur Grafite (Wolfsburg), di daftar top skorer sementara.
Gelandang Sejad Salihovic terang-terangan menyebut Ibisevic sebagai sebuah faktor besar. Punya banyak peluang mencetak gol saat melawan Hamburg, kenyataannya mereka tak bisa memetik apa yang semestinya bisa dibawa pulang.
"Kalian akan menyadari betapa ketiadaan Vedad saat ini begitu kentara. Dia bisa menghasilkan peluang-peluang itu," tutur Salihovic.
Faktor lain yang mungkin ada pengaruhnya bersifat "mistis". Namun kenyataannya, Hoffenheim tidak bersinar sejak mereka meninggalkan Dietmar-Hopp Stadion dan pindah ke stadion baru bernama Rhein-Neckar Arena, sejak pergantian tahun.
Walaupun sepertinya dongeng Hoffenheim akan menjadi juara sudah mulai pudar, tapi harapan tetap ada. Paling tidak, dengan sisa delapan pertandingan, mereka masih bisa memperbaiki performa untuk bisa masuk zona Liga Champions lagi, atau paling lumayan bisa tampil di Piala UEFA musim depan.
sumber :beritabola
Posting Komentar